{Review Novel Remaja} AYAH AKU RINDU karya S.Gegge Mappangewa


{Review} AYAH, AKU RINDU

ARTI SEBUAH KEIKHLASAN DAN KEJUJURAN

Judul Buku : Ayah, Aku Rindu

Penulis : S. Gegge Mappangewa

Penerbit : Penerbit Indiva Media Kreasi

Tahun terbit : Cetakan Pertama, Sya’ban 1441 H/ Maret 2020

Tebal : 192 Halaman

  ISBN : 978-602-495-290-7

Harga : Rp. 45.000,-

***

BLURB

Samar-samar kudengar suara ayah. Ya suara ayah. Suara yang telah lama kurindukan itu terdengar dari ruang tamu. Ada sebuah rasa yang menyusup ke dalam dadaku. Rasa bahagia yang melonjak-lonjak.

Doa itu....?

Doa yang selama ini kupanjatkan dengan menyebut nama ayah di dalamnya, ternyata begitu cepat dikabulkan. Padahal saya pernah pesimistis, toh ayah sendiri pernah bilang bahwa tidak semua doa langsung dikabulkan. Butuh penantian. Butuh kesabaran.

Luka, duka, derita, tak menunggu orang dewasa dulu untuk kemudian ditimpanya. Semua kepahitan itulah yang akan menempa kedewasaan.


*****------*****------*****------****-----******


Rudi setelah kematian sang Ibu, kehidupannya mulai berubah. Di mulai dari Ayahnya yang mengajak pindah dari rumah yang selama ini mereka bertiga tempati, padahal Rudi merasa dengan tetap tinggal di rumah ini ia akan terus hidup bersama dengan ibunya, tapi Ayahnya tidak bisa hidp di rumah ini tanpa ibu.  


Lalu perubahan sikap dari Ayahnya. Tidak ada lagi Ayah yang suka bercerita, berbicara kepadanya, tidak ada lagi pelukan seorang Ayah. Ayah Rudi, Pak Gilang menjadi lebih emosional saat ada seseorang yang menyebut nama Rudi, dan ia lebih suka berbicara sendiri, seolah-olah sedang mengobrol dengan orang lain yang bahkan kadang Rudi tidak mengerti apa yang diucapkan oleh Ayahnya.


Rudi mencoba bertahan untuk tetap merawat ayahnya, meski segala pikiraanya terkuras habis hanya untuk memikirkan kondisi sang Ayah. Hingga pada puncaknya adalah ketika Pak Gilang melempar batu yang akan digunakan untuk membuat cobek mengenai kepala Pak Sadli. Dan mau tidak mau Rudi harus mengikhlaskan Ayahnya untuk di pasung.


Lalu apa yang terjadi?


Apakah Rudi mampu menyembuhkan ayahnya dan mengembalikan ayahnya menjadi seperti yang dahulu?

Dan kenapa, tiba-tiba Pak Gilang membenci Rudi? Ada apakah yang sebenarnya?

Lalu seperti apakah lika-liku Rudi dalam menjaga dan menyayangi Ayahnya yang bahkan (mungkin) membencinya?


Semua kisah apik itu diceritakan dengan luar biasa oleh S. Gegge Mappangewa dalam judul “Ayah, Aku Rindu.”



Sebelum ke review, mau cerita sedikit tentang buku ini. Buku ini adalah pemenang dari kompetisi menulis novel remaja indiva 2019. Ini novel pertama dari penulis yang aku baca, dan saya penasaran dengan kisah kisah lain yang ditulis oleh beliau. Semoga bisa mengoleksi semua karya beliau. Aamiin.


Apa yang kamu bayangkan saat mendengar kata novel remaja? Kalau aku sih pasti tidak jauh dari cinta anak sekolah.


Tapi setelah membaca judul buku ini aku jadi penasaran. Kenapa? Bagaimana mungkin novel remaja kok judulnya tentang Ayah. Ini ceritanya bagaimana?


Dan inilah review ala saya, semoga suka.




Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama dari sisi Rudi sebagai tokoh utama dalam menceritakan kisah ini. Menjadi sangat berbeda saat penulis menggunakan kata ‘saya’ karena pada umumnya menggunakan kata ‘aku’ sebagai kata ganti sudut pandang orang pertama.


Menggunakan alur maju-mundur, Rudi lebih sering mengingat masa lalu atau kenangan dia dengan Ayah dan Ibunya meski lebih sering hanya lewat lamunan tapi sukses membawa aku sebagai pembaca larut dalam kenangan Rudi.


Selain menceritakan tentang kisah Rudi dalam buku ini ada kisah sejarah tentang Nenek Mallomo sebuah kisah legenda dari Bugis, tentang kejujuran nenek Mallomo dan tentang kecerdasaan beliau. Yang menjadi inspirasi buat Rudi untuk melakukan hal yang sama. Dari kisah Nenek Mallomo aku jadi tahu orang Bugis tidak mengenal sapaan kakek.


Ada beberapa tokoh dalam kisah ini, yang utama adalah sosok Rudi dan Pak Sadli guru sekolah dan juga tetangga Rudi, selain itu ada beberapa teman Rudi yaitu Ahmadi yang cintanya ditolak oleh gadis pujaan hatinya, lalu ada Nabil yang lebih memilih tinggal bersama neneknya karena ayahnya yang suka bertindak kasar kepadanya dan ibunya.


Pak Sadli, seorang guru yang muridnya bebas bicara atau becanda dengannya tapi tetap menaruh rasa hormat kepada beliau. Menurut aku Pak Sadli ini tipe-tipe guru yang menjadi idola para siswa. Beliau bisa bersahabat dengan para muridnya.


Ahmadi, sosok yang ceria meski pernah di tolak oleh adik kelasnya, yang ternyata kalimat jawaban dari si cewek itu yang membuat adalah Rudi sahabatnya sendiri. Pas baca adegan ini aku tidak berhenti tertawa. Dan juga dia ini adalah kapten sepak bola.


Nabil, kalau mengatakan dia bermuka dua, sepertinya kejam sekali. Tapi saat dia di sekolah dia menjadi sosok yang suka becanda, riang dan ceria, tapi saat berhadapan dengan Rudi dan Pak Sadli dia menjadi sosok yang berbeda.


Sementara Rudi adalah sosok yang tegar, penuh kasih sayang, pintar, selalu jadi kiper dan dia adalah kiper yang handal, tapi kadang gemes juga Rudi ini dikit-dikit melamun, dikit-dikit melamun, tapi aku paham, siapa yang tidak akan bersedih, ditinggal ibu adalah kesedihan yang amat sangat, seharusnya ia dan bapaknya akan saling membantu dan saling menguatkan. Nyatanya Ayah Rudi malah jadi semakin tidak terkendali saat ada seseorang yang menyebutkan namanya.


Bicara mengenai cover buku, covernya keren aku suka, dengan warna hitam membuat kesan misterius semakin kental lalu ditambah dengan sosok pria dengan mata terpejam, semakin membuat menarik dan tidak tahan untuk membawa pulang bukunya.


Aku suka adegan di mana Rudi bermain bola bersama teman-temannya, di mana ia menjadi kiper dalam permainan tersebut. Kenapa aku suka? Belakang gawang adalah area pemakaman di mana letak makam ibunya ada di sana, ia selalu beranggapan bahwa ibunya melihat permainannya dari belakang gawang tersebut, itulah mengapa ia selalu berusaha menampilkan permainan terbaiknya.




Lalu saat-saat manis adalah saat dimana Rudi mengingat kembali semua kenangan dirinya dengan Ayah dan Ibunya. Aku yang baca jadi ikut merasakan bagaimana persaan Rudi dengan kenangan manis Rudi bersama orangtuanya.


Beberapa quote yang ada di buku ini, yang aku rasa menarik yaitu adalah :


  1. “Bagiku jatuh cinta itu perlu, tapi untuk memainkannya, sepertinya buku pelajaranku masih butuh belaian lembut tanganku sebagai pelajar!” (Halaman 22)
  2. “Kan sudah berdoa saat sujud terakhir tadi.” “Doa keseringan ndak bikin bangkrut toh?” (Halaman 24)
  3.  “Rud, di rumah ini banyak cinta. Tak usah mencari cinta di luar apalagi dengan Ririn.” (Halaman 47)
  4.  “Apa masih ada harapan? Harapan selalu ada untuk orang-orang yang bersabar.” (Halaman 57)


Pesan moral yang saya tangkap dalam kisah ini adalah sayangi kedua orangtua kita jika mereka masih ada bersama kita, jangan pernah membenci orang tua kita karena bagaimanapun mereka adalah perantara kita datang ke dunia ini. Akan selalu ada kebahagian di setiap kesedihan kuncinya adalah sabar, sabar dan sabar. Dari Rudi kita belajar bahwa keikhlasan dan kejujuran adalah bukan sesuatu yang mudah, tapi jika kita bertekad bisa melakukannya maka kita pun akan bisa. Jika Rudi saja bisa, kita pastinya juga bisa bukan?


Bagi orang tua yang bingung mencari buku yang cocok anak usia remaja, yang jauh dari cinta-cinta, bullying dsb  cobalah buku ini, karena ini bukan sekedar novel remaja dan aku tahu bahwa novel ini memang pantas menjadi juara 1. Bukan hanya untuk orang tua yang sedang mencari bacaan terbaik untuk anaknya, tapi ini wajib dibaca siapa saja yang ingin membaca kisah yang berbeda.


Bintang 5 untuk Ayah, Aku Rindu.

 



S. Gegge Mappangewa lahir di Sidenreng Rappang, 31 Desember 1974. Alumni Teknik Mesin Universitas Muslim Indonesia, bekerja sebagai penulis dan guru yayasan di Sekolah Islam Terpadu Al Ashri dan bergiat di Forum Lingkar Pena sebagai ketua Divisi Karya periode 2018-2022.


Pemenang Sayembara Gerakan Literasi Nasional (Badan Bahasa, 2017) ini sudah menerbitkan banyak karya. Di antaranya Cupiderman 3G (LPPH 2008), Sajak Rindu, Lontara Cinta dari Sidenreng (Indiva Media Kreasi, 2017), Sabda Luka (Indiva Media Kreasi, 2018), Sayat-Sayat Sunyi (Indiva Media Kreasi, 2019). Selain itu, juga telah menerbitkan 4 novel anak, 2 kumpulan cerpen, 10 antologi cerpen, 2 antologi esai.




Posting Komentar

0 Komentar