{Book Review) MILEA SUARA DARI DILAN




Judul Buku : Milea Suara dari Dilan
Penulis : Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books
Tahun terbit : 2016
Cetakan : Pertama
Tebal : 360 Halaman
ISBN : 978-602-0851-56-3
***
“Aku tidak cemburu. Dia adalah bagian dari diriku. Dia adalah teritorialku, wilayah yang sudah menjadi milikku.”
Kamu pernah mendengar kalimat itu? Aku tidak tahu siapa yang ngomong,
tapi sepertinya cukup sesuai dengan apa yang aku pikirkan saat itu.
 ( Halaman, 103)
***

Mungkin sebagian orang akan mengatakan bahwa aku terlambat mereview buku ini. Biarkan mereka berpendapat seperti itu karena itu hak mereka. Karena menurut ku ini bukan sekedar buku, aku perlu kekuatan untuk bisa membacanya lembar demi lembar, asal kalian tahu aku membeli buku ini cetakan pertama. Aku ikut PO buku ini di salah satu olshop dimana barang siapa yang ikut PO pertama itu bukunya dapat bonus ttd penulis plus satu buah CD, cetakan pertama keluar bulan agustus 2016 dan aku selesai membaca tahun 2017 di awal bulan Mei, hampir satu tahun untuk mengumpulkan kekuatan agar bisa membacanya.

Buku ini merupakan seri ketiga, untuk seri pertama dan kedua itu cerita dari sudut pandang Milea Adnan Hussain sedangkan diseri ketiga ini menceritakan dari sudut pandang Dilan sendiri. Milea atau Lia perlu dua buku untuk menceritakan kisahnya sementara bagi Dilan satu buku saja cukup. Apa Lia dan Dilan mau memberi bukti bahwa seorang wanita itu memang suka bercerita, tapi terlepas itu semua buku seri ketiga ini tetap masih layak di baca agar kita tahu apa yang sesungguhnya Dilan rasakan dan yang Dilan lakukan. Meskipun ada beberapa orang yang berpendapat bahwa seri ketiga ini membosankan dibandingkan seri pertama dan kedua, tapi sekali lagi itu hak mereka untuk berpendapat.


“Aku ingin bercerita kepadamu tentang diriku, karena aku adalah karakter utama di dalam cerita hidupku sendiri. Hidupku adalah ceritaku. Diriku adalah diriku, baik ketika sendiri atau ketika bersama orang lain. Aku tidak tertarik untuk mengubah seseorang agar sama dengan diriku, dan jangan ada yang tertarik untuk mengubah diriku agar sama dengan dirimu.”
(Halaman 114)

Entah berapa kali aku mengatakan, baik di review seri pertama atau seri kedua bahwa Dilan itu berbeda dari mereka. Kalau bahasa terkininya Dilan itu antimainstream. Apa yang membuat Dilan berbeda? Baca saja bukunya , ketiga-tiganya kalau perlu dan aku pastikan kalau kamu akan menemukan jawabannya.

Buku ini menjawab semua hal apa yang belum dijelaskan di kedua buku sebelumnya. Di buku sebelumnya pasti banyak pertanyaan kenapa Dilan seperti itu, kenapa Dilan begitu dan di cerita ini Dilan menjawabnya. Tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan ataupun pemikiran Dilan, begitupun juga Lia. Karena kisah mereka memang harus seperti ini.

Dari cerita ini, dari kisah cinta Lia-Dilan kita belajar bahwa salah paham itu sangat tidak enak, pada akhirnya setelah kita mengetahui kebenaran yang sesungguhnya kita sudah terlambat untuk memperbaikinya. Hal itulah yang dirasakan Dilan dan Lia. Kesalahpahaman yang tidak segera mereka luruskan akhirnya hanya menyisakan sebuah penyelasan dalam diri mereka masing-masing, karena rasa itu masih ada, masih tersimpan rapi di hati mereka masing-masing meskipun keduanya telah menjalin hubungan yang baru. Kesalahpahaman diantara mereka terlalu banyak, mungkin jika ada salah satu yang berusaha meluruskan tidak akan menjadi begini ceritanya, mungkin Lia masih akan tetap bersama Dilan sampai sekarang dan melahirkan milyaran anak. Tapi takdir bekerja dengan caranya sendiri bukan?

“Maafkan aku, tapi aku menghormati pendapatmu kalau berbeda pikiran dengan ku. Jalani hidupmu dengan mengacu kepada pikiranmu sendiri tanpa harus memaksa orang untuk berfikir yang sama dengan dirimu.”
(Halaman 142)

Membaca buku ini kamu akan bisa menangis dan tertawa dalam waktu bersamaan. Jujur aku menangis lagi membaca cerita ini. Menangis setalah tahu perasaan Dilan yang masih untuk Lia tanpa bisa berbuat apa-apa. Dan aku menangis waktu Dilan pergi ke Jogja di kereta dia bilang kepada Apud bahwa Dilan rindu Lia. Entah kenapa itu membuat aku menangis. Simple tapi ngena. Selain itu saat dimana Dilan mengetahui segala kebenaran cerita langsung dari Lia, dia langsung bicara dengan Bundanya menceritakan segalanya. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Dilan pada saat itu. Bunda yang tidak pernah menyalahkan Dilan. Bunda menjadi tokoh idolaku dalam kisah ini. Kalau ada Bunda sebagai tokoh idola maka tokoh yang menyebalkan adalah Piyan, anak itu begitu tampak menyebalkan, dia lah informan antara Dilan dan Lia yang menurut ku malah membuat hubungan mereka semakin jauh dengan informasi dari Piyan yang kebenarannya belum dapat dipastikan.

Terlalu banyak buah pemikiran Dilan yang unik yang entah bagaimana seperti melahirkan quote-quote baru. Karena saat membaca apa yang Dilan pikirkan tentang bagaimana dia memahami semua permasalahan yang dia hadapi, aku pribadi merasa itu seperti nasihat yang ia beritahukan kepada semua orang.

“Katanya terimalah kenyataan, dan terus hidup dengan melakukan apa yang benar dan menyenangkan. Percayalah, dalam perasaan cinta dan kasih sayang semuanya akan menjadi adil, semuanya akan menjadi indah. Berbeda hasilnya dengan jika kamu membenci, berbeda hasilnya dengan jika dendam.”
(Halaman 318)

Membaca kisah Lia-Dilan seperti membaca sebuah diary mereka berdua, tokoh fiksi atau memang nyata kah dua orang ini. aku penasaran jika Lia dan Dilan adalah sosok yang nyata dalam bumi seperti apakan mereka sekarang. Kalau fiksi sudah tentu aku salut kepada pencipta tokoh itu. Karena rasanya sangat nyata membaca kisah mereka, tidak ada yang dilebihkan atau dikurangkan, porsinya pas begitu menurut ku.

Tapi sayangnya disini Dilan tidak banyak menceritakan kejadiannya, Dilan lebih sering mengatakan “seperti yang apa Lia ceritakan” jadi tidak ada flashback dari cerita ini, jika kalian lupa atau semacamnya ada baiknya kalian membaca dua buka seri sebelumnya.

Buku ini rekomendasi buat semuanya, buat para remaja, buat paraa dewasa, buat para ibu-ibu ataupun bapak-bapak mereka bisa membaca kisah ini, karena kisah ini komplit, dan terimakasih buat sang penulis Pidi Baiq yang meramu kisah ini menjadi berbeda dari yang lain dan tentunya buat penerbitnya juga pantas diacungi banyak jempol.

Ada bintang 4 untuk Milea dari 5 bintang yang aku punya.

Posting Komentar

0 Komentar