{Review} HARTA PUSAKA CINTA - DESNI INTAN SURI


Judul Buku : HARTA PUSAKA CINTA

Penulis : Desni Intan Suri

Penerbit : PT Elex Media Komputindo

Tahun terbit : 2014

Tebal : 345 Halaman

  ISBN : 978-602-02-4859-2

***


Chintiya Rubert diutus oleh ibunya, Friska Aisyaharani, untuk menemui neneknya di Ampek Angkek, Sumatra Barat. Misi Chintiya adalah meminta warisan yang menjadi hak ibunya. Friska sendiri tak mau menginjakkan kaki di kampung halamannya. Ia masih memendam dendam karena sikap ibunya yang keras dan selalu menghalang-halanginya, termasuk menentang keras keinginannya menikah dengan Hans Leonard Rubert, seorang pria yang berasal dari Belanda.

Perkawinan Friska memang tak bertahan lama, namun itu tak membuatnya kembali ke kampung halaman. Ia memilih menetap dan berbisnis di  Jakarta. Meski pintar berbisnis, Friska pun senang berfoya-foya. Kesenanganya ini membuatnya terbelit utang. Satu-satunya cara yang terpikir oleh Friska adalah membayar utangnya itu dengan harta warisan yang menjadi haknya di kampung halaman. Namun Chintiya yang diutus menemui Anduang Rabiah menemui kenyataan yang sama sekali di luar dugaan.

 

****


Chintiya merima dengan senang hati permintaan ibunya untuk datang ke kampung halaman sang ibu, yang sudah puluhan tahun ia tinggalkan, dengan ancaman bahwa sang ibu bakalan mengurangi bagiannya dan jiwa travellingnya yang sangat membara ia berangkat ke Ampek Angkek seorang diri. Awalnya ia kira hanya perlu ke Padang sesuai dengan alamat yang diberikan sang ibu, tapi dia harus menempuh perjalanan dengan berdesak-desakan naik bus ke kota kecil di dekat Bukit Tinggi.

Sampai di rumah gadang yang dirawat oleh sang Nenek, Chintiya merasa ada sesuatu yang berbeda, dia sama sekali tidak punya gambaran seperti apa kampung halaman ibunya, ibunya juga tidak pernah bercerita tentang neneknya, setelah bertemu untuk pertamakalinya dengan sang nenek semua gambaran tentang seorang nenek hilang sudah.

Sang ibu mengingatkan kembali dengan misi yang ia bawa, ia hanya perlu waktu seminggu untuk menyelesaikan misi itu, akankan Chintiya berhasil dengan misi yang ia dapatkan dari sang ibu?

Sementara Chintiya menanti waktu yang tepat untuk mengutarakan niatnya kepada sang nenek, ia mengikuti alur kehidupan yang di hadapannya sekarang. Sementara uang pinjaman yang diterima oleh Friska harus segera dikembali, sebenarnya ia punya harta lebih untuk sekedar membayar hutang pinjaman itu, tapi lagi-lagi demi gaya hidup yang telah ia jalani menolak ia untuk menjual semua aset yang ia punya, lalu bagaimana nasib Friska, mampukan ia melunasi hutangnya kepada seorang lintah darat yang licik?

Mari belajar mengenal kebudayaan Sumatra Barat lewat buku novel islami yang berjudul HARTA PUSAKA CINTA karya Desni Intan Suri

-------


Belajar kebudayaan dari sebuah novel ternyata seru juga, ini kesan pertama yang aku dapat setelah membaca buku ini. Semua dituturkan dengan apik dan jelas sepertinya penulis memang mengetahui dengan baik seluk beluk adat istiadat Padang.

Penulis menggunakan tiga sudut pandang, yaitu Chintiya, Friska dan Nenek atau Anduang Rabiah. pergantian sudut pandang tokoh terjadi dengan begitu saja, tidak dipisahkan bab sendiri-sendiri atau ada tanda pergantian sudut pandang, tapi meskipun begitu tidak rancu dan tidak membingungkan.

Menggunakan alur maju mundur, pertama kita langsung disuguhkan keberangkatan Chintiya ke Padang, kemudian kita dibawa ke masa beberapa tahun silan sebelumnya, jadi kita serasa menjelajahi mesin waktu.

Karakater yang dibuat untuk setiap tokoh sangat kuat, semua karakter di tiap tokoh benar-benar menunjukkan karakter seperti apa yang dinginkan penulis, dan saya menyukai setiap karakter yang dibentuk oleh penulis.

Karakter Friska, keras kepala, merasa dirinya paling benar, dan merasa dia adalah seorang korban.

Anduang Rabiah, seorang wanita yang sangat mencitai adat dan leluhurnya, tegas, pandai dan penyayang.

Chintiya, suka travelling, ceplas-ceplos apa adanya, suka belajar karena punya rasa ingin tahu yang besar, sangat sayang kepada ibunya.

Friska terbentuk bukan karena didikan yang salah dari keluarganya, tapi karena ego dia yang tinggi, sedangkan Chintiya dia terbentuk karena didikan yang salah dari sang ibu.

Dari semua karakter tokoh baik tokoh utama atau tokoh pedamping, aku paling suka adalah karakter Zulfikar atau Fikar, pemuda kampung yang mendapat panggilan tukang kebun gila oleh Chintiya. Zulfikar adalah pemuda desa yang sehari-hari membantu Anduang untuk merawat kebun dan menjual segala hasil panen dari kebun tersebut, tetapi ia bukan sekedar tukang kebun tapi lebih dari itu.

Karakter Fikar di sini sekilas dia memang seperti pemuda pada umumnya, tapi pola pikir dan semangat dia yang sangat berbeda dari kebanyakan pemuda saat ini. Dia bisa dengan mudah dengan segala kemampuan yang ia miliki menjadi sukses di kota besar, tapi ia memilih kembali ke kampung halaman dengan segala cita-cita dan mimpinya yang tentunya juga mendapat cibiran dari masyarakat.

Dari sekian interaksi antara tokoh, interaksi antara Fikar dan Chintiya yang paling seru, Chintiya yang ceplas ceplos, harus berhadapan dengan Fikar yang suka menggodannya, Chintiya jadi orang pemarah saat berhadapan dengan Fikar.

Ada banyak nasihat nasihat yang ada dalam cerita ini, nasihat tentang hidup, tentang bagaimana memaknai alam dan lingkungan sekitar, tentang bagaimana sikap kita terhadap perubahan dll. Selain bisa belajar dan mengetahui sedikit banyak tentang adat istiadat Suku Minangkabau. Sejauh manapun kaki melangkah pergi kita akan tetap kembali ke rumah, adat istiadat atau agama ada bukan untuk mengekang langkah kita tetapi untuk memberi batasan sejauh mana kita melangkah.

Buat yang belum membaca silahkan mencari bukunya di toko buku online atau jika mungkin bisa dimeminjam di perpustakaan.

****

 


Desni Intan Suri, lahir di Padang, Sumatra Barat. Menyukai dunia tulis menulis sejak masih di sekolah dasar. Tulisan pertamanya berupa karangan pendek, dimuat di majalah Bobo ketika ia duduk di kelas 5 SD. Pada masa remaja aktif menulis cerpen, cerbung, puisi dan artikel di dua koran terkenal di Padang, yaitu Harian Haluan dan Harian Singgalang. Pernah mengasuh sebuah ruangan remaja dan menjadi wartawati lepas di Harian Haluan.

Tahun 1990-an pindah ke Jakarta. Pernah bekerja di majalah Sarinah, kemudian pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya sebelum memutuskan untuk kembali fokus menulis. Ia bergabung menulis sebuah buku antalogi, Bussines Mom : 15 Ibu Rumah Tangga Berbagi Tips Sukses Menjadi pengusaha (Gramedia Pustaka Utamam 2010). Setelah itu dilanjutkan dengan dua buku solonya, sebuah buku nonfiksi parenting Mom I Grow Up (Gramedia Pustaka Utama 2011). Novel pertamanya yang berlatar belakang budaya Minangkabau Antara Ibuku dan Ibuku (Salsabila, 2011) meraih penghargaan sebagai Novel Fiksi Islam Terbaik di IBF 2012.

Setelah itu, terbit pula novel remaja Aku Tidak Membeli Cintamu (Zikrul 2012). Satu cerpennya muncul pula di tahun yang sama di dalam buku Siluet Pahlawan, kumpulan cerpen diterbitkan oleh Voice of Indonesia sebagai bentuk penghargaan pada para TKI/TKW yang berjuang di luar negeri sebagai pahlawab devisa.

Keinginannya yang paling besar dan bergelora saat ini hanyalah menulis dan menulis. Harapannya semoga usia dan berada di manapun tidak menjadi penghalang untuk selalu berkontribusi dalam dunia yang ia cintai ini.

Posting Komentar

0 Komentar