{Book Review) Serendipity – Erisca Febriani




Judul Buku : Serendipity
Penulis : Erisca Febriani
Penerbit; Penerbit Inari (Imprint Penerbit Spring)
Tahun terbit/ Cetakan Pertama : November 2016
Tebal : 424 Halaman
 ISBN : 978-602-74322-9-1
Hasil dari BookCrossing di akun @MoccoBukku
***
BLURB
Lo adalah serendipity gue.

Dulunya Arkan dan Rani adalah sepasang kekasih. Tiba-tiba, di sebuah taman kota, Arkan mengikrarkan bahwa mereka harus berpisah.

Dua bulan telah berlalu. Sekarang, meskipun mereka satu kelas, Arkan tidak pernah menyapanya. Kadang, memang selucu itu ; mereka yang dulu bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengobrol tentang apa pun, kini bahkan tidak tahu bagaimana caranya mengucapkan ‘hai’ atau ‘selamat pagi’.

Rani tahu Arkan membencinya. Rani tahu ini kesalahannya. Tapi Arkhan seharusnya mendukungnya. Dia sedang berusaha bertahan hidup.

Dengan segala kemampuannya, dengan segala perisai dan kekuatannya, Rani berusaha bertahan dan berdiri tegak.

*****

Arkan dengan modal beberapa foto ditangannya memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Rani. Foto dalam genggamannya membuktikan bahwa Rani telah mengecewakan Arkan dan Arkan cukup terluka dengan keadaan ini. Rani hanya bisa menangis dan meratapi akan keputusan Arkan. Dia sama sekali tidak berusaha untuk mengelak, buat apa dia mengelak sedangkan Arkan sendiri tidak bertanya lebih dahulu seperti apa kejadian yang sebenarnya dan alasan apa hingga ada kejadian persis seperti apa yang difoto.

Hari baru bagi Arkan dan Rani. Kini mereka tampak saling tidak mengenal. Rani yang berusaha bersikap seperti biasa, dia tidak berusaha menjaga jarak dengan Arkan tapi sayang hal sebaliknya yang dilakukan Arkan, ia berusaha menjaga jarak dengan Rani bahkan bukan lagi menjaga jarak tapi menjauh dari Rani.

Rani berusaha tidak membenci Arkan, bahkan saat ia tahu bahwa foto yang sama persis yang ditunjukkan Arkan kepada dirinya menyebar luas ke murid-murid pun Rani tidak bisa membenci Arkan. Jangankan membenci, melupakan sosok Arkan pun sangat sulit bagi Rani. Kenangan manis itu selalu muncul dalam diri mereka berdua, meskipun mereka berusaha menepis itu, tapi nyatanya rasa itu masih ada diantara kedua, tapi jurang pemisah yang tak kasat mata itu terlalu lebar.


“Kenangan yang terentang seolah saling menyapa dan bertemu menjadi satu; menciptakan rasa yang bernama rindu. Dia rindu, tetapi rindu itu tak bisa diterjemahkan dalam gerak dan laku.”
(Halaman 155)


Menyebarnya foto itu berdampak dengan Rani yang dijauhi teman-temannya. Disaat Arkan semakin jauh dengannya ditambah lagi sahabat-sahabatnya pun juga menjauh dari Rani. Kini Rani sendirian, tidak punya teman dan semua orang menjauhinya.

Di dalam kesendiriannya, tiba-tiba datang Gibran seorang murid pindahan. Dia menjadi satu-satunya teman Rani. Gibran bukannya tidak tahu saat semua teman-teman menjauh dan membully Rani, hanya saja dia tidak tahu ada masalah apa yang membuat Rani diperlakukan seperti itu. Kedekatan Gibran dan Rani sedikit memercikkan rasa cemburu di hati Arkan, tapi kebencian Arkan terlalu besar kepada Rani.

“Mungkin Arkan tampak berhasil menjauhi Rani.
Namun, dia juga tidak bisa memungkiri, banyak kenangan yang tidak bisa begitu saja lenyap dari ingatan. Di setiap embus napas yang dihelanya,
Meskipun Arkan membunuhnya berkali-kali, kenangan itu terus hidup.”
(Halaman 83)

Rani dan Arkan selain kisah cintanya yang masih membuat mereka mengingat setiap kenangan manis yang dulu pernah mereka lakukan. Mereka juga punya masalah keluarga yang cukup pelik. Rani dengan ibunya yang berubah tidak peduli akan dirinya sejak beberapa tahun yang lalu, sementara Arkan Ibunya sering mengunci diri di kamar dan menangis hampir setiap hari.

“Dunia ini keras, Nak. Kalau kamu nggak mau jadi pecundang
dan disingkirkan oleh orang-orang belajarlah menjadi orang yang keras kepala. Jangan pernah mau ditindas atau dihina orang lain.”
(Halaman 165)

Pertemanan dengan Gibran ternyata berdampak pada perasaan Gibran terhadap Rani. Gibran menyatakan perasaannya kepada Rani, Gibran memang baik, dia mau membantu Rani keluar dari masalah yang dia hadapai bahkan disaat yang lain tidak mau berteman dengan Rani, Gibran datang penawarkan persahabatan yang lebih dari apa yang Rani harapkan, tapi Rani tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, rasa itu masih ada untuk Arkan meskipun kini mereka saling menjauh bahkan mungkin saling membenci.

Apa yang akan dilakukan Rani, menerima cinta Gibran kah?
Mampukan Rani dan Arkhan menyelesaikan setiap detail permasalahan yang mereka alami?
Akankah cinta kembali menyatukan Rani dan Arkan?
Baca kisah selengkapnya dalan novel “SERENDIPITY” Karya Erisca Febriani yang diterbitkan oleh Penerbit Inari.
*****
Ye, ye , ye, akhirnya setelah penantian cukup panjang, aku bisa baca buku ini meskipun lewat bookcrossing, karena aku harus menunggu lumayan lama buku ini. Bahkan sebelum buku ini sampai di tangan aku, buku ini sudah punya pemegang setelah aku nanti. Serendipity termasuk dalam jajan buku favorit sepertinya. Aku memang penasaran dengan cerita ini, dulu pernah sempat lihat sekilas di wattpad tapi belum sampai baca. I Love You Arkan.
*****

Karakter Rani, dari keluarga biasa, dia bukan termasuk anak yang pintar tapi dia bisa membuat seorang Arkan bertekut lutut dan menyatakan cinta kepada nya. Hanya di depan Rani lah Arkan akan menjadi sosok yang murah senyum, jail dan menyenangkan.

Karakter Arkan, ganteng, pintar, kaya raya, suka main basket dan menjadi kapten tim basket sekolahan. Sempat dikira homo karena dia menolah seorang cewek cantik yang bernama Loli. Tapi seketika ia bisa jatuh cinta kepada Rani.

“Gadis itu adalah bunga, tapi dia juga adalah hujan.
Terkadang dia adalah siang yang cantik,
tapi juga adalah malam yang menyimpan kesedihan.”
(Halaman 232)

Karakter Gibran slengan, begajulan, terlalu santai bahkan amat sangat santai, selalu tebar pesona bahkan ia tidak berfikir dua kali untuk memuji gadis yang lewat di depannya. Bukti kegilaan seorang Gibran adalah sebagai berikut :

“ Saya mau nembak Rani, Bu. Tapi,
nembaknya di depan orangtuanya biar afdal. Sekalian,
minta izin, siapa tahu nanti di masa depan bisa jadi nyaalon jadi mantu.”
(alasan Gibran waktu meminta alamat dan no telphon Rani kepada guru,
halaman 70)

Menggunakan sudut pandang orang ketiga, di mana penulis seperti menceritakan sebuah kejadian yang ia lihat. Melihat bagaimana kesedihan seorang Rani setelah diputus oleh Arkan dan bagaimana tegarnya Rani dan Arkan dalam menjadi penopang keluarganya yang sedang terkena masalah juga. Suka dengan karakter Arkan tapi satu yang aku kurang suka saat ia memutuskan Rani tanpa bertanya sebab dan alasannya, ia mengambil kesimpulan tanpa harus bertanya kepada Rani.

Selain Arkan, Rani, Gibran disini juga ada beberapa tokoh yang menjadi pemanis cerita, yang membuat cerita semakin menegangkan. Ada orang tua Arkan, Ibunya Rani, Jean sahabat Rani, Loli orang yang terobsesi dengan Arkan. Kesemuanya mempunyai alur cerita yang berhubungan langsung dengan Arkan dan Rani.

Baru membuka bagian prolog saja langsung tegang, langsung adegan pemutusan sepihak oleh Arkan, aku kira bakalan ada kisah mereka sebelum putus, tapi ternyata langsung melanjutkan prolog, tapi nanti di pertengahan kita akan dibuat senyum-senyum sendiri saat baik Arkan atau Rani mengingat kenangan manis mereka, saat mereka baru mulai perkenalan, mulai pacaran dan itu manis sekali.

Kalian sudah pada tahu belum arti serendipity itu apa, dan Arkan sudah menjawabnya dalam buku ini :

“Kebetulan yang berujung menyenangkan
orang biasanya nyebut itu serendipity.”
(Arkan, halaman 407)

Dari penjelasan Arkan, lalu dihubungkan dengan cerita dan covernya hasilnya adalah ada benang merah diantara itu semua. Aku suka ilustrasi covernya, saling menggenggam, seberat apapun masalah jika tangan masih saling menggenggam maka semua masalah akan tampak mudah.

bunga Dandelion_sumber google.com
Penggunaan bunga dandelion dan filosofinya itu menjadi satu nilai tersendiri dalam kisah ini. Sudah pada tahu bunga dandelion itu seperti apa? Penasaran bagaimana filosi bunga ini?


Selain itu, kalau dilihat dari usia tokoh, konflik dalam cerita ini dengan jujur aku katakan konflik mereka berat, bukan sekedar urusan cinta masa sekolah saja tapi lebih dari itu. Alurnya pas, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat dan banyak quote-quote manis yang dijamin baper dan aku suka itu.

Dan karena konfliknya serta usia tokoh aku jadi bingung cerita ini masuk dalam genre apa, teenlit jelas masalah mereka bukan lagi untuk masuk dalam list teenlit? Romance tapi usia tokoh masih SMA. Tapi terlepas itu semua, novel ini cocok buat siapa saja kok.

Banyak adegan-adegan manis yang bertebaran disini, adegan manis antara Rani dengan Arkan atau Rani dengan Gibran. Aku suka moment Rani-Arkan saat Rani selesai melihat pertandingan basket Arkan, disitu Rani cemburu karena Arkan tanpa sadar memeluk anggota tim cheer. Arkan yang tahu Rani cemburu dalam kondisi masih baru selesai tanding basket dan belum berganti kostum Arkan memeluk Rani dengan eratnya. Bayangkan yaa? Aku suka semua momen manis antara Arkan dan Rani.

Ada banyak Quote favorit aku dalam cerita ini, yang bahkan quote favorit ini bisa menjadi semacam sentilan buat kita semua, yaitu antara lain sebagi berikut :

“Seseorang yang ngehabisin seditik dalam hidupnya
untuk cemberut dan marah-marah adalah orang yang nggak bersyukur
dan ngehargai hidup. Waktu lo bangun di pagi hari, lo sadar nggak sih,
ada orang yang justru memejamkan mata selamanya dan nggak bisa bangun lagi? Lo udah ngebuang waktu beberapa detik dalam hidup lo dengan sia-sia, Ran.”
(Gibran, halaman 48)

“Karena nilai nggak penting Rani,
yang terpenting dalam hidup itu adalah bagaimana cara kamu
menghargai orang lain, menyebarkan kebahagiaan untuk orang sekitar kamu.
Ayah nggak butuh kamu dapat nilai besar, cukup jadi Rani yang bisa membuat orang-orang tersenyum. Itu sudah cukup buat Ayah bangga.”
(Ayah Rani, halaman 51)

“Ada sesuatu yang di dunia ini nggak bisa diubah.
Kalau seseorang ngebenci lo, bagaimanapun cara lo pengin terlihat baik,
semua pasti bakal terlihat salah di matanya.
Lo nggak usah ikut campur dengan urusan gue.
Karena orang-orang yang selalu ngurusin urusan orang lain
sebenarnya adalah orang-orang yang nggak pernah nyelesain urusannya sendiri.”
(Rani, halaman 69)

“Menjadi ‘bodoh’ itu perlu, Ran. Supaya apa?
Supaya kita terus nyari tahu hal yang sebelumnya kita nggak tahu.
Karena dengan bodoh, kita bakal berusaha nyari jawaban
dari pertanyaan yang bermunculan di kepala,
dan dengan bodoh juga kita bakal haus dengan ilmu.
Aku termasuk tipe yang nggak pernah puas dengan sesuatu.
Karena ilmu itu nggak ada batas.”
(Arkan, halaman 81)

“Orang kerdil dan picik, bakal ngajak banyak orang untuk ngebenci.
Tapi, orang besar justru akan melangkah sendiri dengan percaya diri sekaligus unjuk prestasi.
Kenapa orang kerdil susah payah ngajak orang – orang hanya untuk ngebenci?
Karena dia merasa nggak cukup besar untuk bersaing dan akhirnya membentuk kelompok para pembenci supaya dia bisa lebih berani dalam beraksi.
Tapi kenapa orang besar tetap percaya diri? Karena nggak pernah ada dalam sebuah cerita seekor singa berhenti melangkah karena Cuma takut di hadapan banyak anak anjing.”
(Gibran, halaman 114)

“Teori efek kupu-kupu bilang bahwa kepak sayap kupu-kupu di sebuah tempat dapat mengakibatkan badai di tempat lain yang berjauhan. Lo nggak tahu kan, apa yang sudah lo atau orang terdekat lo lakukan, dan mengakibatkan hal buruk terjadi buat orang lain. Lo nggak tahu Ran.”
(Arkan, halaman 136)

“Seharusnya kita hidup kayak awan. Dari awan berubah jadi titik hujan,
luruh ke sungai, mengalir ke laut dan kembali menjadi awan.
Manusia pada dasarnya mengalami perubahan, mengikuti hukum alam yang membawanya, mengikuti setiap proses yang akan membentuknya menjadi sosok yang baru. Tapi mau gimana pun manusia berubah,
manusia bakal kembali ke awal yaitu pada Tuhan.”
(Arkan, halaman 181)

“Ada yang bilang cinta itu buta, cinta tak punya mata.
Dia hanya punya insting dan juga rasa, untuk menentukan arah ke mana dan mencari titik nyaman yang serupa.” (Halaman 314)

“Nggak ada kesempatan. Dari awal gue Cuma jadi pemanis aja dalam kisah cintanya, tetap pemeran utamanya nggak bakal berubah.” (Halaman 371)

“Nyerah bukan berarti kalah, kan? Tapi karena gue sadar,
ada hal-hal yang nggak bisa gue paksain untuk jadi milik gue. Kalau ada kesempatan, jangan pernah sia-siain karena lo nggak pernah tahu, apa kesempatan itu bakal datang dua kali.” (Halaman 393)

Cerita Arkan dan Rani ini memberi pelajaran kepada kita semua bahwa semua manusia memang mempunya permasalahan yang sama, tapi kita tetap dituntut untuk berfikir jernih dalam menyelesaikan masalah itu, jangan sampai mengambil jalan pintas dan malah menyesal di kemudian hari.

Bagi kalian, yang penasaran dengan foto apa yang ditunjukkan Arkan kepada Rani sehingga mereka putus dan ada apa dibalik itu semua, aku sarankan kalian baca buku ini, kalian pecinta novel wattpad harus baca ini, pecinta romance kalian juga harus baca ini dan buat semua yang suka baca novel kalian wajib baca ini.

Akhirnya aku beri bintang 4 untuk cerita serendipity ini. Jangan lupa baca yaa.
****
Tentang penulis
sumber ; twitter @erisca_febriani
Erisca Febriani, lahir di Bandar Lampung, 25 Maret 1998. Berbintang Aries dan pecinta makanan pedas (mengaku tidak bisa makan tanpa sambal). Anak pertama dari lima bersaudara. Menulis merupakan hobi yang sudah digelutinya sejak SMP, sampai saat ini di sela kesibukannya sebagai mahasiswa semester tiga Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Novel debutnya berjudul Dear Nathan (Best Media 2016) yang berhasil dibaca 17 juta kali di Wattpad, berhasil menjadi novel best seller setelah terbit, dan akan segera difilmkan. Serendipity merupakan novel keduanya, dan berjanji akan terus tetap menulis sampai nanti.
Twitter : @erisca_febriani
Instagram : @EriscaFebriani
Wattpad ; EriscaFebriani
Facebook: Erisca Febriani

(Note : bio tentang penulis aku salin dari bio yang ada di buku, jadi sudah pasti ada berubahan)









*****

Posting Komentar

0 Komentar